Sabtu, 12 Maret 2011

Semakin Banyak Memberi Semakin Banyak Menerima

Aku memiliki sebuah kisah cinta yang memberiku sebuah
pelajaran tentangnya. Ini bukanlah sebuah kisah cinta hebat dan
mengagumkan penuh gairah seperti dalam novel-novel roman, walau begitu
menurutku ini adalah kisah yang jauh lebih mengagumkan dari itu semua.

Ini adalah kisah cinta ayahku, Mohammed Huda alhabsyi dan ibuku,
Yasmine Ghauri. Mereka bertemu disebuah acara resepsi pernikahan dan
kata ayahku ia jatuh cinta pada pandangan pertama ketika ibuku masuk ke
dalam ruangan. Saat itu ayah tahu, bahwa inilah perempuan yang akan
menikah dengannya. Hal ini menjadi kenyataan, kini mereka telah menikah
selama 40 tahun dan telah memiliki tiga orang anak, aku anak tertua, telah
menikah dan memberikan mereka dua orang cucu.
Mereka bahagia dan selama bertahun-tahun telah menjadi orang tua yang
sangat baik bagi kami, mereka membimbing kami, anak-anaknya dengan
penuh cinta kasih dan kebijaksanaan. Aku teringat suatu hari ketika aku
masih berusia belasan tahun. Saat itu beberapa ibu-ibu tetangga kami
mengajak ibuku pergi kepembukaan pasar murah yang mengobral alat-alat
kebutuhan rumah tangga. Mereka mengatakan saat pembukaan adalah saat
terbaik untuk berbelanja barang obral karena saat itu saat termurah
dengan kualitas barang-barang terbaik.
Tapi ibuku menolaknya karena ayahku sebentar lagi pulang dari kantor.
Kata ibuku,"Mama tak akan pernah meninggalkan papa sendirian". Hal itu
yang selalu dicamkan oleh ibuku kepadaku. Apapun yang terjadi, sebagai
seorang perempuan aku harus patuh pada suamiku dan selalu menemaninya
dalam keadaan apapun, baik miskin, kaya, sehat maupun sakit. Seorang
perempuan harus bisa menjadi teman hidup suaminya. Banyak orang
tertawa mendengar hal itu menurut mereka, itu hanya janji pernikahan,
omong kosong belaka. Tapi aku tak pernah memperdulikan mereka, aku
percaya nasihat ibuku.
Sampai suatu hari, bertahun-tahun kemudian, kami mengalami duka,
setelah ulang tahun ibuku yang ke-59, ibuku terjatuh di kamar mandi dan
menjadi lumpuh. Dokter mengatakan kalau saraf tulang belakang ibuku
tidak berfungsi lagi sehingga ia harus menghabiskan sisa hidupnya di
tempat tidur. Ayahku, seorang pria yang masih sehat diusianya yang lebih
tua, tapi ia tetap merawat ibuku, menyuapinya, bercerita banyak hal
padanya, mengatakan padanya kalau ia mencintainya. Ayahku tak pernah
meninggalkannya, selama bertahun-tahun, hampir setiap hari ayahku selalu
menemaninya, ia masih suka bercanda-canda dengan ibuku. Ayahku pernah
mencatkan kuku tangan ibuku, dan ketika ibuku bertanya ,"untuk apa kau
lakukan itu? Aku sudah sangat tua dan jelek sekali". Ayahku menjawab,
"aku ingin kau tetap merasa cantik". Begitulah pekerjaan ayahku seharihari,
ia merawat ibuku dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.
Para kenalan yang mengenalnya sangat hormat dengannya. Mereka sangat
kagum dengan kasih sayang ayahku pada ibuku yang tak pernah pudar.
Suatu hari ibu berkata padaku sambil tersenyum, "Kau tahu, Linda.
Ayahmu tak akan pernah meninggalkan aku... kau tahu kenapa?" Aku
menggeleng dan ibuku melanjutkan, "karena aku tak pernah
meninggalkannya..."
Itulah kisah cinta ayah dan ibuku. Mereka memberikan kami, anak-anaknya
pelajaran tentang tanggung jawab, kesetiaan, rasa hormat, saling
menghargai, kebersamaan, dan cinta kasih. Bukan dengan kata-kata, tapi
mereka memberikan contoh dari kehidupannya.
Diambil dari : 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar