Ketika rumahmu diruntuhkan buldozer dengan suara-suara gemuruh
menderu, serasa pasir dan batu bata di dinding kamar tidurku
bertebaran di pekaranganku, meneteskan peluh merah dan
mengepulkan debu yang berdarah
Ketika luasan perkebunan jerukmu dan pepohonan apelmu dilipat-lipat
sebesar sapu tangan lalu Tel Aviv dimasukkan dalam fail
lemari kantor agraria, serasa pohon kelapa dan kebun manggaku di kawasan
katulistiwa yang dirampas mereka
Ketika kiblat pertama gerek dan kerecaki bagai kelakuan reptilia bawah
tanah dan sepatu-sepatu serdadu menginjak tumpuan kening kita
semua, serasa runtuh lantai papan surau tempat aku waktu kecil
belajar tajwid Al Qur’an 40 tahun silam di bawahnya ada kolam ikan
yang air gunungnya bening kebiru-biruan kini ditetesi
air
mataku
Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu,
Ketika anak-anak kecil di Gaza belasan tahun bilangan umur mereka,
menjawab laras baja dengan timpukan batu cuma, lalu dipatahi
pergelangan tangan dan lengannya, siapakah yang tak menjerit serasa
anak-anak kami Indonesia jua yang didzalimi mereka– tapi saksikan
tulang mida mereka yang patah akan bertaut dan mengulurkan
rantai amat panjangnya, pembelit leher mereka, penyeret
tubuh si zalim ke neraka
Ketika kusimak puisi-puisi Fadwa Tuqan Samir Al-Qassem, Harun Hashim,
Jabra Ibrahim Jabra, Nizar Qabbani dan seterusnya yang
dibacakan di Pusat Kesenian Jakarta, Jantung kami semua berdegup
dua kali lebih gencar Lalu tersayat oleh sembilu bambu deritamu,
darah kami pun memancar ke atas lalu menuliskan guratan kaligrafi…
”Allahu Akbar!”
Dan
“Bebaskan Palestina!”
Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu,
Ketika pabrik tak bernama 1000 ton sepakan memproduksi dusta
menebarkannya ke media cetak dan elektronika, mengoyaki
tenda-tenda pengungsi ke padangpasir belantara,
membangkangi resolusi-reolusi majelis-majelis terhormat di dunia
membantai di Shabra dan Shatila, mengintai Yaseer Arafat
dan semua pejuang negeri Anda, Aku pun
berseru kepada khatib Dan imam shalat Jum’at sedunia: doakan
kolektif dengan kuat seluruh dan setiap pejuang yang
menapak di jalan-Nya yang ditembaki dan kini dalam penjara
lalu dengan kukuh kita bacalah
“Laa quuwwata illa bi-llah!”
Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu
Tanahku jauh, bila diukur kilometer, jumlahnya beribu-ribu,
Tapi adzan masjid Aqsha yang merdu
Serasa terdengar di telingaku
[karya Taufik Ismail ]
dari saudariku Salsabila Harun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar